Pages

Like Box

Follow Twitter

Chat Me

Selasa, 31 Januari 2012

Cognitive Dissonance Theory

Hari ini saya mau berbagi mengenai cara membuat kasus menggunakan teori Cognitive Dissonance Theory (CDT), dan ini merupakan kisah nyata dari seorang teman saya. Selamat membaca dan mempelajari :) 

Sewaktu duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), aku memiliki beberapa orang sahabat. Salah satunya adalah Dahlia. Ia seorang teman yang periang dengan pembawaannya yang sedikit tomboy. Walaupun demikian, ia lebih cepat mengenal cinta lawan jenis dibandingkan aku dan sahabatku yang lainnya. Ia berpacaran dengan Udin, kakak kelas kami. 

Kebetulan mereka tinggal di desa yang sama, jarak rumah mereka hanya selang beberapa rumah saja. Keduanya tampak terlihat bahagia dalam menjalani hubungan mereka.
Seketika kebahagiaan dahlia hilang saat kedua orang tuanya menginginkan hubungannya dengan Udin putus. 

Hal ini dikarenakan kakaknya akan menikah dengan seorang laki-laki yang ia kenal, yakni abang dari pacarnya. Ia merasa ada konflik bathin dalam dirinya, menurutnya isu yang disampaikan orang tuanya sangat penting baginya. Ia bingung kenapa hal ini bisa terjadi, banyak pertanyaan yang timbul dalam pikirannya. Namun, ia tetap diam tidak sanggup untuk mengutarakannya. 

Dahlia harus memutuskan pilihannya, memilih tetap berpacaran dengan Udin dan mengabaikan masalah pernikahan kakaknya atau mengakhiri hubungannya demi pernikahan kakaknya. Ia bingung harus memilih yang mana, disatu sisi ia tidak sanggup berpisah dengan Udin, disisi yang lain ia tidak munggkin mengecewakan keluarganya. Seminggu ia memikirkan penyelesaian dari masalah ini. 

Akhirnya ia memutuskan untuk putus dengan Udin. Menurutnya ia tidak boleh egois terhadap keluarganya, kakaknya pasti akan sedih kalau pernikahannya batal. Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa Dahlia mengalami yang namanya cognitive dissonance, yaitu suatu perasaan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran dan prilaku yang tidak konsisten. 

Cognitive dissonance terjadi karena seberapa besar dan penting isu tersebut dalam kehidupan seseorang, ini lah yang disebut dengan tingkat disonansi atau magnitude of dissonance. Dalam kasus Dahlia, keyakinannya tinggi dan isu yang diterima juga sangat penting baginya sehingga ia mengalami importance. Saat Dahlia mengambil keputusan, ia mengalami yang namanya dissonance ratio. 

Dimana dissonance ratio tersebut pada posisi negative, yakni consonant cognitive (pengetahuan awal yang ada dalam diri atau berupa keyakinan) lebih keci dari pada dissonance cognitive (isu yang datang). Oleh karena itu Dahlia mengalami disonansi kognitif. Akhirnya untuk menghilangkan disonansi kognitif dalam diri agar menuju kepada konsonan kognitif, Dahlia mengambil langkah mengubah tingkah laku sesuai dengan isu yang datang.
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Selamat Datang

Translate

Pengunjung

Wikipedia

Hasil penelusuran

Entri Populer

Followers