Pages

Like Box

Follow Twitter

Chat Me

Minggu, 29 April 2012

UN: Masih adakah kejujuran?

Ujian Nasional (UN) merupakan lahan di mana siswa diuji kemampuannya setelah menempuh pendidikan selama tiga tahun. Hasil dari UN ini akan dijadikan sebagai penentuan kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Namun, ketika seorang siswa yang memiliki kemampuan atau kualitas yang minim, maka akan mengakibatkan banyak siswa yang tidak lulus.

Banyaknya siswa yang tidak lulus ini pastinya akan mempengaruhi kredibilitas sekolah dimata masyarakat. Sehingga pihak sekolah harus melakukan upaya untuk meningkatkan hasil UN. Baik dengan cara yang wajar maupun yang tidak wajar, yaitu dengan kecurangan-kecurangan.


Pada tahun 2010, tercatat sedikitnya 70 Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat di Provinsi Aceh terindikasi melakukan kecurangan dalam pelaksanaan UN. Hal ini mengakibatkan sekolah tersebut masuk dalam daftar hitam (black list) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. "Sekolah tersebut masuk dalam daftar black list karena setelah kita lakukan pemantauan terbukti melakukan kecurangan secara massal dalam Ujian Nasional (UAN) seperti memberikan kunci jawaban kepada siswa," ujar Pembantu Rektor (PR) I Unsyiah, Prof Dr Ir Samsul Rizal M.Eng (dikutip dari website Acehforum).

Kemudian di tahun 2011, juga terjadi tindakan kecurangan, kecurangan tersebut dalam bentuk penjualan kunci jawaban UN  yang terjadi di wilayah Bireuen. Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh Bakhtiar Ishak mengatakan bahwa kasus seperti ini  memang terjadi setiap tahunnya, karena itu siswa dan orang tua harus waspada. Apalagi, soal dan kunci UN sangat sulit bocor ke luar karena penyalurannya diawasi oleh aparat kemanan (dikutip dari website Harian Aceh).

Mohammad Nuh, Menteri Pendidikandan dan Kebudayaan mengatakan bahwa era melakukan kecurangan saat ujian nasional sudah berakhir. Saat ini sudah saatnya membuka era baru, yaitu jujur dan berprestasi. “Soal lulus ujian itu gampang, lulus itu konsekuensi dari belajar, pasti bisa lulus. Belajar dengan rajin dan jujur. Yang penting sekarang tidak ada lagi siswa yang menyontek dan guru memberi contekan kepada siswa,” jelasnya pada saat berkunjung ke sejumlah sekolah (dikutip dari website informasi ujian nasional SD, SMP, SMA, SMK).

Namun, kata-kata menteri pendidikan dan kebudayaan itu belum menjamin tidak terjadinya kecurangan. Karena, UN telah banyak menimbulkan kontroversi, dari tahun ketahun pelaksanaannya semakin memprihatinkan. Bisa dilihat dari banyaknya masalah mengenai kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaannya.

Kecurangan ini bukan terjadi tanpa rencana atau tanpa kesengajaan. Melainkan terjadi karena kerencanaan yang matang yang dilakukan oleh beberapa pihak. Baik dari pihak sekolah, masyarakat dan mungkin juga ada campur tangan dari pemerintah daerah.

Tidak semua dari pihak sekolah yakni kepala sekolah dan guru berani melakukan kecurangan. Namun, ada yang sengaja bahkan terang-terangan membagikan kunci jawaban soal UN kepada siswanya. Hal ini telah menghilangnya nilai kejujuran di sekolah.

Para siswa yang masih remaja dan terbilang labil, justru dididik dan ditanamkan dalam benaknya untuk tidak jujur. Mereka tidak hanya di ajarkan untuk menyontek melainkan juga diajarkan untuk membagi atau menyebarkan contekan kepada teman-temanya. Ini merupakan sebuah etika yang tidak baik, sehingga hal ini telah menjadi krisis moral dari dampak UN terhadap dunia pendidikan. 

Selain itu, masyarakat yang telah mengetahui hal ini juga tidak mau angkat bicara. Mereka takut untuk mengungkapkannya, apalagi jika anak-anak mereka merupakan salah satu dari siswa yang mengikuti UN tersebut. Maka mereka diam dan akhirnya mengikuti permainan yang telah direncanakan ini.
Dasar dari timbulnya masalah ini, yakni disebabkan karena kelulusan yang ditentukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan Nasional. Sehingga itulah alasan pihak sekolah membantu siswanya dalam melaksankan UN.

Memang tidaklah sepenuhnya kesalahan berada di pihak sekolah dan guru. Pemerintah juga terlibat, dimana pemerintah seharusnya memikirkan secara matang tentang diadakannya UN bagi para siswa di sekolah seluruh indonesia. Karena bisa dipastikan kemampuan siswa seluruh indonesia itu tidak sama, sehingga belum layak diukur secara merata.

Secara tidak langsung siswa dirugikan dengan adanya UN. Bagaimana tidak, selama tiga tahun mereka belajar, mengerjakan tugas dari guru, dan banyak lainnya. Kemudian lulus atau tidaknya di tentukan hanya dalam hitungan hari dan dengan lembaran kertas. Sedihnya ketika ada siswa yang tidak lulus disebabkan karena sistem yang salah, contohnya karena lembar jawaban mereka kotor, terobek, atau hanya karna salah menuliskan identitas.

Dalam hal ini guru juga terjadi ketidak-adilan kepada siswa, ketika ujian mereka diberikan jawaban oleh pihak sekolah, dengan kata lain mereka dibodohi. Percuma mereka belajar kalau ujung-ujunganya mereka diberi jawaban. Kenapa mereka tidak duduk-duduk saja di sekolah atau datang untuk absen kemudian pulang. 

Solusi baik untuk keluar dari masalah ini, jika pemerintah tidak ingin didemo karena dianggap tidak mampu memimpin dengan baik, dan jika sekolah tidak mau terjebak dalam melakukan sesuatu yang diaggap sebagai perbuatan yang tidak jujur. Sebaiknya dari pemerintah atau kementrian pendidikan nasional (Kemdiknas), menghilangkan sistem UN dan kembali kepada sistem penilaian dan kelulusan pada kurikulum 1984 s.d 1994, yang saat itu adalah Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dan Nilai Ebtanas Murni (NEM). Kelulusan nantinya dilihat dari nilai-nilai siswa selama tiga tahun sekolah. Gurulah yang menggunakan kebijakan mereka dalam meluluskan siswanya. Pastinya dengan penilaian yang semestinya yang dilihat dari beberapa sisi pandang, yang berbeda dengan UN yang melihat dari satu sisi pandang saja.

Pada intinya tegakkanlah kejujuran, apalagi bagi seorang guru. Karena guru merupakan seorang teladan bagi siwa di sekolah. Jika seorang guru tidak lagi menjunjung nilai kejujuran, maka seharusnya ia malu dan melepaskan predikat sebagai seorang pengajar.
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Selamat Datang

Translate

Pengunjung

Wikipedia

Hasil penelusuran

Entri Populer

Followers